Senin, 17 November 2014

15 itu...



15-11-2014

Hujan cukup deras mengguyur atap genting rumah dan seluruh permukaan kala sore ini.
Aku coba untuk sekedar membuka pesan yang tak pernah lagi ku buka setelah sekian lama hanya ku biarkan saja tak pernah ku sentuh. HP ini memang hanya ku gunakan untuk sekedar media social. Ya.. untuk bersosialisasi dengan model jaman sekarang yang sebelumnya menjadi mediaku dengan mu. Dulu.
Ku tarik ke atas jariku untuk melihat-lihat pesan-pesan lama. Namun, ku rasa itu sudah tak penting lagi untuk terus ku simpan. Aku mulai memilih tab option kemudian mark multiple items. Mark All. Delete. Sekitar 808 pesan yang dapat terhapus. Namun, ternyata masih ada 5000an pesan yang masih tersimpan.
Ku buka lagi folder inbox hpku dan, betapa terkejut dan mirisnya saat aku menyadari bahwa semua kenangan itu masih tersimpan. dengan perlahan aku tarik jariku ke atas lagi dan sisa-sisa kenangan itu masih tersimpan banyak. Senyum. Diam. Sayu. Kesal. Lemah. Ingin sekali aku teriak saat ini, meluapkan semua kekesalan yang masih terpendam dan tertahan selama ini.
Entahlah, aku pikir aku sudah dan sangat sudah mampu move on. Ku pikir aku sudah lolos untuk itu. Namun, kurasa masih ada rasa kesal dan benci yang harusnya bisa aku padamkan.
Yang membuatku semakin sakit adalah kenapa selalu pada tanggal yang sama dengan hari itu. Selalu dan selalu 15 yang membawaku kembali terkenang pada masa lalu. Masa yang harusnya bisa ku kenang dengan senyum bukan kekecewaan dan penyesalan. Ingin saja aku luapkan perasaan ini. Namun, dengan apa? teriak-teriak seperti orang gila dan mengundang banyak perhatian kepadaku? memukul semua yang ada dihadapanku? yang teramat ingin aku pukul adalah diriku sendiri. Mengapa aku terlalu bodoh untuk membencinya? untuk apa? aku bahkan sudah tak peduli denganmu.
Aku benci dengan semua isi pesan singkatmu yang dulu membuatku jengkel dan kini aku membencinya karna aku masih dapat melihatnya. Aku pernah menghapusnya berkali-kali, entah mengapa masih saja ada sisa-sisa kenangan itu.
hahh… untuk menulis ini pun hatiku berkecamuk. Bahkan aku menekan tiap-tiap abjad keyboard ini dengan keras. Aku benci kenangan itu. Bahkan jika suatu saat nanti aku bertemu denganmu aku tak menjamin aku bisa menyapamu dengan senyuman. Bukan sakit karena hal itu, yang ku benci adalah aku benci pernah menaruh harap padamu.

Untukmu kenangan 15-ku.